A. Tanggung Jawab Terhadap Diri Sendiri
Setiap manusia adalah pemimpin
termasuk bagi dirinya sendiri. Setiap perbuatan dan tindakan memiliki
resiko yang harus dipertanggung jawabkan. Setiap orang adalah pemimpin meskipun
pada saat yang sama setiap orang membutuhkan pemimpin ketika ia harus
berhadapan untuk menciptakan solusi hidup di mana kemampuan, keahlian, dan
kekuatannya dibatasi oleh yang ia ciptakan sendiri dalam posisinya sebagai
bagian dari komunitas. Dengan demikian, setiap orang islam harus berusaha untuk
menjadi pemimpin yang paling baik dan segala tindakannya tanpa di dasari
kepentingan pribadi atau kepentingan golongan tertentu. Maka dari itu setiap
manusia memiliki kewajiban untuk bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri.
Tanggung
jawab terhadap diri sendiri yaitu menentukan kesadaran setiap orang untuk
memenuhi kewajibannya sendiri dalam mengembangkan kepribadian sebagai manusia
pribadi. Sehingga dapat memecahkan masalah-masalah kemanusiaan mengenai dirinya
sendiri. Menurut sifat dasarnya manusia adalah mahluk yang memiliki rmoral,
tetapi manusia juga merupakan makhluk yang pribadi. Makhluk pribadi adalah
manusia mempunyai pendapat sendiri, perasaan sendiri, cita-cita sendiri, dan
sebagai perwujudan dari pendapat, perasaan dan angan-angan itu manusia berbuat
dan bertindak. Dalam hal ini manusia tidak luput dari kesalahan, kekeliruan,
baik yang sengaja maupun yang tidak. Tanggung jawab terhadap diri sendiri di
antaranya, jujur terhadap diri sendiri, menjaga kesehatan dan kesejahtraan
mental dan fisik, menjaga keseimbangan hidup, mengenali kekuatan dan
kelemahan diri, menilai diri secara rutin, tidak melakukan hal-hal yang dapat
merusak diri sendiri, menjaga seluruh yang terdapat dalam diri, serta
menggunkan anggota tubuh sesuai dengan kegunaannya.
B. Tanggung Jawab Terhadap Agama
Tuhan menciptakan manusia di bumi ini
bukanlah tanpa tanggung jawab, melainkan untuk mengisi kehidupannya manusia
mempunyai tanggung jawab langsung terhadap Tuhan. Sehingga dikatakan tindakan
manusia tidak lpas daei hukuman hukuman Tuhan. Yang diruangkan dalam berbagai
kitab suco melalui berbagai macam agama. Pelanggaran dari hukuman hukuman
tersebut akan segera diperingatkan oleh Tuhan dan jika perungatan yang keraspun
manusia masih juga tidak menghiraikan maka Tuhan akan melakukan kutukan. Sebab
dengan mengabaikan perintah perintah Tuhan. Berarti menginggalkan tanggung
jawab yang seharusnya dilakukan terhadap Tuhan sebagai penciptanya. Bahkan untuk
memenuhi tanggungjawabnya manusia harus berkorban.
Contoh : setiap manusia wajib
melaksanakan kewajiban nya mejalankan agama yang dipercayai nya, karena itu
merupakan tanggung jawab dirinya terhadap Tuhan.
C.
Tanggung
Jawab Terhadap Keluarga
Setiap
muslim wajib bertanggung jawab terhadap keluarganya, suami memiliki tanggung
jawab untuk memenuhi hak istri dan anak-anaknya, begitupun sebaliknya seorang
istri mempunya keharusan untuk memelihara suami dan anak-anaknya. Islam
memberikan tanggung jawab yang begitu agung kepada keluarga baik dia seorang
ayah maupun ibu untuk memberikan pendidikan, pengetahuan, dakwah dan bimbingan
kepada anggota keluarga. Pembinaan yang demikian inilah yang akan menyelamatkan
dan memberikan penjagaan kepada diri dan keluarga sebagaimana perintah Allah :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ
نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلَائِكَ
ةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَا يَعْصُونَ
اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ
Artinya : "Hai
orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api
neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu, penjaganya
malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa
yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang
diperintahkan." (QS at-Tahrim : 6 )
Seorang suami wajib
melindungi, memelihara dan menjaga keluarganya dengan pendidikan dan akhlak
yang mulia serta memberi nafkah. Nafkah yaitu harta yang dikeluarkan oleh
suami untuk istri dan anak-anaknya berupa makanana, pakaian, tempat tinggal dan
hal lainnya. Nafkah seperti ini adalah kewajiban suami berdasarkan dalil Al
Quran.
Dalil Al Qur’an, Allah Ta’ala berfirman,
لِيُنْفِقْ
ذُو سَعَةٍ مِنْ سَعَتِهِ وَمَنْ قُدِرَ عَلَيْهِ رِزْقُهُ فَلْيُنْفِقْ مِمَّا
آَتَاهُ اللَّهُ لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا مَا آَتَاهَا
“Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah
menurut kemampuannya. Dan orang yang disempitkan rezekinya hendaklah memberi
nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak memikulkan beban
kepada seseorang melainkan sekedar apa yang Allah berikan kepadanya” (QS.
Ath Tholaq: 7).
وَعَلَى
الْمَوْلُودِ لَهُ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ
“Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian
kepada istrinya dengan cara ma’ruf” (QS. Al Baqarah: 233).
Ibnu Katsir rahimahullah berkata,
“Bapak dari si anak punya kewajiban dengan cara yang ma’ruf (baik) memberi
nafkah pada ibu si anak, termasuk pula dalam hal pakaian. Yang dimaksud dengan
cara yang ma’ruf adalah dengan memperhatikan kebiasaan masyarakatnya tanpa
bersikap berlebih-lebihan dan tidak pula pelit. Hendaklah ia memberi nafkah
sesuai kemampuannya dan yang mudah untuknya, serta bersikap pertengahan dan
hemat” (Tafsir Al Qur’an Al
‘Azhim, 2: 375).
Seorang
istri juga mempunyai keharusan untuk menjaga suami dan anak-anaknya dari
hal-hal yang melanggar syariat islam, serta memelihara harta dan kehormatan
keluarga sebagaimana yang di ajarkan oleh agama islam.
D. Tanggung
Jawab Pemimpin Negara
Seorang pemimpin adalah orang yang
diberi amanat oleh Allah untuk memimpin rakyat dan kelak akan dimintai
pertanggung jawaban di akhirat, maka ia harus bisa menjaga dan melaksanakan
amanat tersebut, jika tidak ia tidak akan merasakan harumnya surga, apalagi
merasakan kenikmatan menjadi penghuni surga.
حـديث معقـل
بن يسـار عن الحسـن أنّ عبيد الله بن زيـاد عـاد معقل بن يستار في مـرضه الّذي
مـات فيه , فقـال
له معقل : اني محـدّثك حـديثـا سمعته من رسـول الله صـلي الله عليه وسـلّم . سمعت رسـول الله
صـلي الله عليه وسـلّم يقول : مـامن عبد استرعـاه الله رعـيّة فـلم يحـطّهـا بنصيحة الاّ لم
يجـد رائحة الجـنّة ( أخرجه البـخـاري في كتب الأحـكـام, بـاب من استرعي رعـيّة فـلم ينصـح )
Artinya: Al-hasan berkata,
Ubaidillah bin Ziyad menjenguk Ma'qal ibn Yasar R.A ketika ia sakit yang
menyebabkan kematianya, maka Ma'qal berkata kepada Ubaidilah Ibn Ziyad
"aku akan menyampaikan kepadamu sebuah hadith yang telah aku dengar dari
Rasulullah SAW, aku mendengar nabi bersabda: tiada seorang hamba yang diberi
amanat rakyat oleh Allah lalu ia tidak memeliharanya dengan baik maka Allah
tidak akan merasakan kepadanya harumnya surga. (dikeluarkan
oleh imam Bukhori dalam kitab Hukum bab orang yang diberi amanat kepemimpinan).[1]
Seorang pemimpin bukanlah manusia
yang bebas berbuat dan memaksakan kehendaknya dan kemauanya terhadap
masyarakat, tetapi seorang pemimpin adalah orang yang bisa mengayomi
masyarakat, bisa memposisikan dirinya sebagai pelayan masyarakat sebagaimana
Firman Allah SWT:
واحـفض
جنـاحك لمن اتبعـك من المؤمنين (الشعـراء : 215)
Artinya : Rendahkanlah sikapmu
terhadap pengikutmu dan kaum mukminin (Al-Syuara' : 215).
Seorang
pemimpin wajib memiliki hati yang melayani atau akuntabilitas (accountable).
Istilah akuntabilitas adalah berarti penuh tanggung jawab dan dapat diandalkan.
Artinya seluruh perkataan, pikiran dan tindakannya dapat dipertanggungjawabkan
kepada publik dan kepada Allah kelak di akhirat nanti. Pemimpin yang melayani
adalah pemimpin yang mau mendengar. Mau mendengar setiap kebutuhan, impian, dan
harapan dari mereka yang dipimpin. Oleh karena itu pemimpin mempunyi tanggung
jawab yang sangat besar bagi bangsa ataupun organisasi yang dipimpin, baik itu
di dunia ataupun di akhirat nanti.
Dalam Al-quran Surat
Ash-Shoffat ayat 22 sampai 24 mengisyaratkan tentang pemimpin akan dimintai
pertanggungan jawaban di akhirat nanti. Firman Allah SWT yang artinya: “(Kepada
para malaikat diperintahkan): ‘Kumpulkanlah orang-orang yang zhalim beserta
teman sejawat mereka dan sembah-sembahan yang selalu mereka sembah selain
Allah, maka tunjukkanlah kepada mereka jalan ke neraka. Dan tahanlah mereka di
tempat perhentian karena sesungguhnya mereka akan ditanya (dimintai pertanggung
jawaban).”
Terdapat sebuah riwayat
tentang ungkapan Umar bin Khatab r.a mengenai besarnya tanggung jawab seorang
pemimpin di akhirat nanti. Beliau r.a berkata “ Seandainya seekor keledai
terperosok di kota Baghdad nicaya Umar akan dimintai pertanggung jawabannya,
seraya ditanya: Mengapa tidak meratakan jalan untuknya?”
Dalil ini menggambarkan betapa
sulitnya menjadi seorang pemimpin, sebab pemimpin harus mempertanggung jawabkan
semua yang di pimpin. Dan seorang pemimpin akan di mintai pertanggungan jawab
tentang semua perbuatan yang di pimpin dan pengaruh serta akibat dari perbuatan
tersebut. Allah SWT berfirman (yang artinya): “Kami menuliskan apa-apa yang
mereka kerjakan dan bekas-bekas yang mereka tinggalkan.” (QS Yaasiin: 12)
Ayat ini menegaskan bahwa
tanggung jawab itu bukan saja terhadap apa yang diperbuat oleh seseorang akan
tetapi melebar sampai semua akibat dan bekas-bekas dari perbuatan tersebut.
Orang yang meninggalkan ilmu yang bermanfaat, sedekah jariyah atau anak yang
sholeh, kesemuanya itu akan meninggalkan bekas kebaikan selama masih berbekas
sampai kapanpun. Dari sini jelaslah bahwa orang yang berbuat baik atau berbuat
jahat akan mendapat pahala atau menanggung dosanya ditambah dengan pahala atau
dosa orang-orang yang meniru perbuatannya. Hal ini ditegaskan dalam Surat
An-Nahl: 25 (yang artinya): “(Ucapan mereka) menyebabkan mereka memikul
dosa-dosanya dengan sepenuh-penuhnya pada hari kiamat dan sebagian dosa orang
yang mereka sesatkan yang tidak mengetahui sedikitpun bahwa mereka disesatkan.
Ingatlah, amat buruklah dosa yang mereka pikul itu.”
Pada prinsipnya tanggung jawab
dalam Islam itu berdasarkan atas perbuatan individu saja sebagaimana ditegaskan
dalam beberapa ayat seperti ayat 164 Surat Al-An’am (yang artinya): “Dan
tidaklah seseorang membuat dosa melainkan kemudharatannya kembali kepada
dirinya sendiri dan seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain.”
Demikian pula dalam Surat Al Mudatstsir ayat 38 dinyatakan (yang artinya):
“Tiap-tiap diri bertanggung jawab atas apa yang telah diperbuatnya.”
Tanggung jawab seorang
berkaitan erat dengan kewajiban yang dibebankan kepadanya. Semakin tinggi
kedudukannya di masyarakat maka semakin tinggi pula tanggung jawabnya. Seorang
pemimpin negara bertanggung jawab atas perilaku dirinya, keluarganya,
saudara-saudaranya, masyarakatnya dan rakyatnya. Hal ini ditegaskan Allah dalam
firman-Nya: “Wahai orang-orang mukmin, peliharalah dirimu dan keluargamu dari
api neraka.” (QS At-Tahrim: 6) Sebagaimana juga ditegaskan oleh Rasululah saw:
“Setiap kamu adalah pemimpin dan setiap pemimpin akan dimintai
pertanggungjawaban atas kepemimpinannya.”
Pemimpin dalam level apapun
akan dimintai pertanggungjawabannya di hadapan Allah atas semua perbuatannya,
disamping seluruh apa yang terjadi pada rakyat yang dipimpinnya. Baik dan buruk
nya perilaku dan keadaan rakyat tergantung kepada pemimpinnya. Sebagaimana rakyat
juga akan dimintai pertanggungjawabannya ketika memilih seorang pemimpin. Bila
mereka memilih pemimpin yang bodoh dan tidak memiliki kapabilitas serta
akseptabilitas sehingga kelak pemimpin itu membawa rakyatnya ke jurang
kedurhakaan, rakyat juga dibebani pertanggung jawaban itu tersebut.
Dalam ajaran
islam nasib yang akan dialami oleh para pemimpin yang tidak bertanggung jawab
di antaranya Mereka tidak akan diterima shalatnya oleh Allah. Mereka tidak akan
masuk surga, bahkan tidak akan mencium bau surga itu. Pemimpin yang tidak
bertanggungjawab itu diancam 2 kali lipat siksaan rakyat yang mereka pimpin.
Pemimpin yang bertanggung
jawab harus dapat mewujudkan kemakmuran dan kesejahteraan bagi rakyatnya secara
merata. Selain mewujudkan kemakmuran, pemimpin juga dituntut mampu berbuat adil
dan merata di berbagai sektor kehidupan seperti keamanan, ekonomi, pembangunan,
kesehatan, sumber daya manusia dan alam, dan juga pemerataan hasil-hasil
pembangunan negara. Terlebih terhadap hukum dan perundang-undangan. Siapa pun
yang terbukti bersalah sudah sepantasnya dihukum. Tak peduli ia dari golongan
rakyat kecil, pejabat negara atau orang-orang yang memiliki kedudukan penting
mendapat perlakuan yang sama.
Allah SWT berfirman : “Hai orang-orang yang
beriman, hendaklah kamu menjadi orang-orang yang selalu menegakkan kebenaran,
karena Allah menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu
terhadap suatu kaum mendorong kamu berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena
adil itu lebih dekat kepada taqwa dan bertaqwalah kepada Allah. Sesungguhnya
Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al Maidah : 8).
Pemimpin yang adil merupakan
orang yang paling dicintai Allah sebagaimana sabda Rasulullah Muhammad SAW :
“Orang yang paling dicintai Allah pada hari Kiamat dan paling dekat tempat
duduk daripadaNya adalah pemimpin yang adil, dan orang yang paling dibenci oleh
Allah dan orang yang paling jauh daripadaNya adalah pemimpin yang menyeleweng.”
(HR. Tirmidzi).
Setiap pemimpin negara pasti
akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya. Tak hanya oleh rakyat
saja, tetapi juga dihadapan Tuhannya kelak. Konsekuensi demikian timbul saat ia
mengucapkan janji atau sumpah pada acara pelantikan jabatan. Itu semua
disaksikan oleh rakyat dan atas nama Tuhan dengan kitab suci, sesuai agama dan
keyakinan yang bersangkutan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar